Wacana Pilkada Dipilih DPRD, PKS: Perlu Ada Recall Politik

1 hour ago 2

KETUA Majelis Pertimbangan Pusat Partai Keadilan Sejahtera atau MPP PKS Mulyanto mengatakan partainya hanya mendorong mekanisme pemilihan gubernur oleh DPRD, Sementara pemilihan bupati dan wali kota dilakukan langsung oleh rakyat.

Ia memahami, jika wacana mengembalikan mekanisme pilkada dipilih DPRD merupakan isu sensitif yang turut memicu perdebatan.

Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca

Namun, kata dia, hal yang utama diperlukan saat ini adalah bagaimana Indonesia memiliki sistem pemilihan yang konstitusional, rasional, dan berpihak pada kepentingan rakyat.

"Untuk mencegah biaya politik mahal dan praktik politik uang, kami mendorong pembiayaan kampanye yang lebih ketat, transparan, dan sebagian disubsidi negara," kata Mulyanto melalui pesan WhatsApp, Selasa, 30 Desember 2025.

Adapun, dalam pertimbangannya, Mulyanto mengatakan, gubernur memiliki peran strategis sebagai wakil pemerintah pusat, sehingga legitimasi representatif melalui DPRD dapat meningkatkan koordinasi dan stabilitas pemerintahan.

Dia melanjutkan, pemilihan gubernur oleh DPRD menjadi opsi yang rasional dan lebih hemat pengeluaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau APBN, meski mekanisme ini tidak akomodatif terhadap aspirasi publik.

"Karenanya, pemilihan gubernur oleh DPRD wajib diselenggarakan secara terbuka dan transparan, termasuk dengan voting, serta tegas melarang adanya transaksi politik tertutup," ujar Mulyanto.

Kemudian, untuk pemilihan bupati dan wali kota. Dia mengatakan, mengingat kepala daerah ini adalah yang paling dekat dengan pelayanan publik. Maka, pemilihan langsung oleh rakyat akan memberikan ruang kontrol yang lebih kuat dan menjaga akuntabilitas.

"Tetapi, model pemilihan ini juga harus didukung dengan instrumen recall politik bagi kepala daerah yang menyalahgunakan kekuasaan, serta evaluasi kebijakan secara nasional setelah satu periode untuk menentukan efektivitasnya," ucap dia.

Sebelumnya, usul menggulirkan kembali pilkada dipilih DPRD disampaikan Partai Golkar usai menggelar rapat pimpinan nasional, Sabtu 20 Desember lalu. Partai berlambang pohon beringin ini beralasan, pilkada langsung berekses pada kian mahalnya ongkos politik.

Usul Partai Golkar kemudian diikuti oleh partai politik pendukung pemerintahan Prabowo lainnya. PKB dan PAN misalnya, menilai usul tersebut tak melanggar konstitusi dan dapat mencegah mahalnya ongkos politik bagi kepala daerah yang bakal berlaga.

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kodifikasi Undang-Undang Pemilu menilai, dalil mahalnya ongkos politik dalam melegitimasi usul pilkada dipilih DPRD adalah suatu kekeliruan. 

Perwakilan koalisi Usep Hasan Sadikin mengatakan salah satu faktor yang menyebabkan ongkos politik kian mahal adalah tingginya biaya kandidasi dan proses pencalonan yang tidak akuntabel dan transparan. 

"Mengembalikan pilkada dipilih DPRD sama saja dengan melanggengkan nepotisme dan melahirkan otoritarianisme baru," kata Usep.

Alih-alih menghapus pilkada secara langsung, Usep mengusulkan, agar DPR dan pemerintah berfokus pada perbaikan tata aturan kepemiluan guna menjawab persoalan politik uang hingga mahalnya biaya politik. 

Perbaikan itu dapat dilakukan dengan memperkuat pengaturan dana kampanye, meningkatkan efektivitas penegakan hukum, memperbaiki sistem audit, memperkuat transparansi pendanaan politik, mendorong pelembagaan partai politik yang lebih demokratis. 

"Pilkada dipilih DPRD bertentangan dengan prinsip konstitusional, mereduksi kedaulatan rakyat, dan membuka ruang transaksi politik yang lebih gelap di balik pintu tertutup DPRD," ujar peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi itu.

Read Entire Article