NasDem: Pilkada Lewat DPRD Selaras Konstitusi dan Pancasila

1 hour ago 1

KETUA Fraksi NasDem Viktor Bungtilu Laiskodat mengatakan bahwa sistem pemilihan kepala daerah lewat Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau pilkada lewat DPRD selaras dengan konstitusi serta nilai-nilai Pancasila. Viktor berujar, Undang-Undang Dasar 1945 tidak menetapkan satu model tunggal dalam demokrasi elektoral di tingkat daerah.

“Konstitusi kita tidak mengunci demokrasi pada satu model. Pilkada melalui DPRD memiliki dasar konstitusional yang sah dan tetap berada dalam koridor demokrasi,” kata Viktor dalam keterangan tertulis yang diterima pada Selasa, 30 Desember 2025.

Scroll ke bawah untuk melanjutkan membaca

Mantan Gubernur Nusa Tenggara Timur itu meyakini bahwa perubahan sistem pilkada menjadi tidak langsung bertujuan untuk memastikan bahwa demokrasi tetap berjalan sehat karena mampu beradaptasi dan memperbaiki diri. Ia membantah anggapan bahwa pilkada dilakukan DPRD dimaksudkan untuk mematikan demokrasi.

“Selama prinsip partisipasi, akuntabilitas, dan kontrol publik dijaga, demokrasi tidak sedang dimatikan, tetapi justru diperkuat,” kata anggota Dewan Perwakilan Rakyat itu.

Menurut Viktor, demokrasi di Indonesia sejak awal tidak hanya dirancang sebagai demokrasi elektoral, melainkan demokrasi dengan mengedepankan musyawarah dan perwakilan sebagai pondasi pengambilan keputusan politik. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa gagasan pemilihan kepala daerah melalui DPRD bisa menjadi sarana implementasi sila keempat Pancasila, tentang kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan atau perwakilan.

“Mekanisme pilkada melalui DPRD dapat menjadi ruang untuk menghadirkan kepemimpinan daerah yang lahir dari proses permusyawaratan, kebijaksanaan, dan tanggung jawab kolektif,” ucap Viktor.

Viktor lantas mengajak semua pihak untuk menyikapi wacana pilkada melalui DPRD secara dewasa, dengan menggunakan nalar yang jernih. Bagi dia, perbedaan pandangan dalam menentukan sistem pilkada adalah hal yang wajar, tapi tidak boleh mengganggu persatuan nasional.

Saat tuntutan terhadap integritas kepala daerah meningkat, kata dia, maka pembenahan sistem politik juga harus dilakukan secara bersamaan. Atas dasar itu, Viktor berargumen bahwa mahalnya ongkos politik sesungguhnya yang menjadi penyebab maraknya kepala daerah terjerat kasus korupsi.

Wacana kepala daerah dipilih oleh DPRD kembali menggelinding usai Partai Golkar menggelar rapat pimpinan nasional, Sabtu, 20 Desember 2025 lalu. Dalam forum tertinggi kedua di partai berlambang beringin itu, Golkar menegaskan untuk menggelar pilkada melalui DPRD.

"Partai Golkar mengusulkan pemilihan kepala daerah melalui DPRD sebagai wujud kedaulatan rakyat dengan tetap menitikberatkan keterlibatan dan partisipasi publik dalam proses pelaksanaannya," kata Ketua Umum Golkar Bahlil Lahadalia dalam keterangan tertulis pada Ahad, 21 Desember 2025. 

Presiden Prabowo Subianto ketika menghadiri di Puncak Hari Ulang Tahun ke-61 Partai Golkar di Istora Senayan, Jakarta, pada Jumat, 5 Desember 2025, mengatakan sistem pilkada lewat DPRD membuat ongkos politik lebih murah. Prabowo menyebut sistem politik itu sudah diterapkan di berbagai negara seperti Malaysia, India, Inggris, Kanada, dan Australia. 

"Jadi saya sendiri condong, saya akan mengajak kekuatan politik berani memberi solusi kepada rakyat. Demokratis tapi jangan buang-buang uang. Kalau sudah sekali memilih DPRD kabupaten, DPRD provinsi, ya kenapa enggak langsung saja pilih gubernurnya dan bupatinya, selesai," kata Prabowo saat itu. 

Koalisi Masyarakat Sipil untuk Kodifikasi Undang-Undang Pemilu menilai, dalil mahalnya ongkos politik dalam melegitimasi usul pilkada dipilih DPRD adalah suatu kekeliruan. Perwakilan koalisi, Usep Hasan Sadikin, mengatakan salah satu faktor yang menyebabkan ongkos politik kian mahal adalah tingginya biaya pencalonan yang tidak akuntabel dan transparan. 

Mengembalikan sistem pilkada dipilih DPRD, kata dia, sama saja dengan melanggengkan nepotisme dan melahirkan otoritarianisme baru. Alih-alih menghapus pilkada secara langsung, Usep mengusulkan agar DPR dan pemerintah berfokus pada perbaikan tata aturan kepemiluan.

Andi Adam Faturahman berkontribusi dalam penulisan artikel ini. 
Read Entire Article